Profil, Biodata dan Biografi KH. Hasyim Asy'arie, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)

Profil, Biodata dan Biografi KH. Hasyim Asy'arie, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) - Bagi masyarakat Indonesia, tentu organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama sudah banyak yang mengetahuinya. NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan bukan saja di Indonesia, kabarnya Nahdlatul Ulama juga merupakan organisasi Islam terbesar di dunia. Fakta ini dikarenakan Nahdlatul Ulama memiliki pengikut sangat besar di Indonesia dan di dunia.

KH. Hasyim Asy'arie
KH. Hasyim Asy'arie
Hal ini tidak bisa dilepaskan karena ideologi dan cara pandang NU yang lebih bisa diterima di kalangan masyarakat Islam baik di dunia maupun di Dunia. Kembali kepada KH. Hasyim Asy'rie, lalu siapa KH. Hasyim Asy'arie ini, apa hubungannya dengan Nahdlatul Ulama. KH. Hasyim Asy'arie adalah pendiri dari Nahdlatul Ulama, beliaulah yang menggagas pentingnya mendirikan organisasi berbasis agama Islam yaitu NU.

Pendidikan KH. Hasyim Asy'ari

Sejak kecil, KH. Hasyim Asy'ari sudah mendapatkan pendidikan Islam yang kuat dari orang tuanya. KH. Hasyim Asy'ari dilahirkan dari pasangan ayah yang bernama Kyai Asy'sari yang merupakan pimpinan dari pesantren di Keras Jombang. Sedangkan Ibunya adalah Halimah yang membawa trah keturunan Joko Tongkir kepada Hasyim Asy'ari. Hasyim Asy'ari sendiri merupakan keturunan Joko Tingkir (Sultan Pajang) ke delapan.

Pendidikan Hasyim Asy'ari bisa dikatakan sejak kecil sudah belajar agama Islam kepada ayahnya sendiri. Dalam pendidikan agama Islam yang ia dapat, terutama terkait dasar-dasar agama, KH. Hasyim Asy'ari tidak saja mendapatkan ilmu dari ayahnya, namun juga mendapatkannya dari kakeknya yaitu Kyai Utsman.Baru kemudian menginjak usia 15 tahun Hasyim Asy'ari meninggalkan kedua orang tuanya untuk nyantri di pondok Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian petualangan beliau dilanjutkan ke Pondok Pesantren Trenggilis, Semarang. Setelah itu kemudian dilanjutkan ke Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah bimbingan Syaikh Kholil Bangkalan.

Petualangan pencarian ilmu agama Hasyim Asy'ari tidak berhenti sampai di situ saja. Perjalanan nyantri Hasyim Asy'ari di tanah Jawa sangat panjang, seperti di  Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang dan di Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Di bawah asuhan Kyai Ya'qub di Sidoarjo inilah nampaknya Hasyim Asy'arie muda menemukan kecocokan dalam menempuh pendidikan Agama Islam. Dan ternyata bukan saja Hasyim Asy'arie yang merasa nyaman belajar agama di Sidoarjo, namun ternyata gurunya yaitu Kyai Ya'qub juga sangat tertarik dengan sosok muda yang cerdas ini.

Pada saat nyantri di Sidoarjo ini ternyata KH. Hasyim Asy'arie tidak saja mendapatkan ilmu agama, namun beliau juga memperoleh istri. Hal ini karena pada usia 21 tahun KH. Hasyim Asy'arie dinikahkan dengan salah seorang putri Kyainya yang bernama Chadijah. Setelah menikah, lalau KH. Hasyim Asy'arie kemudian pergi ke Mekkah bersama istri untuk menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan kemudian beliau kembali ke tanah air setelah istri dan anaknya meninggal dunia.

Tak lama di tanah air, Hasyim Asy'arie kemudian memutuskan untuk kembali ke Mekkah dan menetap di sana selama kurang lebih tujuh tahun. Di Mekkah beliau banyak berguru ke ulama-ulama besar baik dari Mekkah sendiri maupun ulama Indonesia yang menetap di Mekkah. Beberapa guru KH. Hasyim Asy'ari diantaranya adalah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi.

Baca juga :

KH. Hasyim Asy'arie Mulai Mengajar Di Pesantren

Sepulang dari Mekkah, KH. Hasyim Asy'ari kemudian mulai mengajar di pesantren. Beliau mengajar di pesantren kakeknya yaitu Kyai Usman. Kemudian pada tahun 1899 Kyai Hasyim kemudian membeli sebidang tanag di Dukuh Tebuireng. Di sebidang tanah tersebut kemudian Kyai Hasyim mendirikan sebuah bangunan berupa bambu atau dalam bahasa Jawa tratak namanya. Bangunan tersebut digunakan sebagai tempat tinggal, di tratak bagian depan, digunakan KH. Hasyim Asy'ari untuk mengajar dan untuk sholat berjamaah. Sedangkan tratak bagian belakang digunakan sebagai tempat tinggal beliau. Pada awalnya, santri beliau hanya berjumlah 8 orang, selang tiga bulan kemudian bertambah menjadi 28 orang.

Setelah mengembangkan pesantren dan mengajarkan agama Islam di Tebuireng selama dua tahun, kembali KH. Hasyim Asy'arie kehilangan istri tercintanya Nyai Khodijah. Sepeninggalh Chodijah, KH. Hasyim Asy'ari kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh yang merupakan putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pondok Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan dengan Nyai Nafiqoh ini, Kyai Hasyim dikaruniai beberapa anak yaitu 1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.

Kyai Hasyim Asy'ari merupakan Kyai yang sangat cemerlang dalam keilmuan Islam. Kailmuan beliau yang paling terkenal adalah kemampuannya dalam bidang ilmu hadith. Bahkan setiap bulan Ramadlan beliau selalu menghatamkan kajian Hadith Bukhari Muslim. Dan, yang luar biasa adalah, bahwa murid beliau bukan saja dari kalangan orang biasa. Bahkan guru beliau sendiri yaitu Syaikh Kholil Bangkalan juga berguru kepada beliau. Syaikh Kholil Bangkalan mengakui keilmuan KH. Hasim Asy'arie dan kemudian beliau memutuskan untuk mengaji kepada muridnya tersebut. Padahal KH. Hasyim Asy'arie sendiri tidak bersedia menjadi guru dari Syaih Kholil, karena beliau merasa murid dan akan selamanya menjadi murid dari Syaikh Kholil Bangkalan.

Hubungan KH. Hasyim Asy'ari Dengan KH. Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah

Selama ini, NU dan Muhammadiyah seperti kita ketahui bersama selalu berbeda pandangan terkait berbagai masalah dalam Islam. Pimpinan-pimpinan kedua organisasi Islam tersebut terlihat cenderung saling berlawanan dalam segi pemikiran. Namun sebenarnya pada dasarnya kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini karena para pendiri dari masing-masing organisasi tersebut adalah satu Guru. Ya, KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Ahmad Dahlan adalah sama-sama murid dari Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabau.

Perlu dipahami bahwa ketika beliau berdua nyantri di Mekkah terjadi pembaharuan yang luar biasa dari Muhammad Abduh dengan pemikirannya. Tentu pemikran baru ini juga menarik bagi para pelajar dari Indonesia termasuk juga KH. Hasyim Asy'ari dan juga KH. Ahmad Dahlan. Sebenarnya guru beliau juga tidak sama sekali menolak cara pandang dari Muhammad Abduh, namun juga tidak menerima nya secara keseluruhan. Nah, dari sini kemudian ada beberapa santri dari Indonesia yang membawa ideologi dari Muhammad Abduh ke Indonesia dengan pembaharuannya yang salah satunya adalah KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah.

KH. Hasyim Asy'ari sendiri sebenarnya ada yang menyebutkan setuju dengan beberapa pandangan pembaharuan dari Muhammad Abduh. Namun beliau tidak setuju jika harus meninggalkan madzhab dalam beragama Islam. Karena beliau berpandangan bahwa tidak mungkin akan bisa memahami Hadith dan Al-Qur'an tanpa mempelajari pandangan dari ulama-ulama besar terdahulu yang tergabung dalam Ulama Madzhab. Karena melakukan penafsiran terhada baik Hadith ataupun Al-Qur'an tanpa mempelajari pandangan ulama terdahulu, hanya akan membawa kita kepada pemutar balikkan fakta, begitu pandangannya.
Tokoh Islam lain :

Biodata KH. Hasyim Asy’arie
  • Lahir : 10 April 1875
  • Kota : Kabupaten Demak, Jawa Tengah
  • Meninggal : 7 September 1947
  • Kota : Jombang, Jawa Timur
  • Dikenal karena : Pendiri Nahdlatul Ulama
  • dan Pahlawan Nasional
  • Gelar : Hadratusy Syaikh
  • Pengganti : K.H. A. Wahab Hasbullah
  • Agama : Islam
  • Pasangan : Nyai Chodijah, Nyai Nafiqoh, Nyai Masruroh
  • Anak   : Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf

Tidak ada komentar untuk "Profil, Biodata dan Biografi KH. Hasyim Asy'arie, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)"